HAK ASASI MANUSIA DALAM ISLAM
Pada dasarnya, semua Rasul dan Nabi
Allah adalah pejuang-pejuang penegak hak asasi manusia yang paling gigih.
Mereka tidak hanya sekedar membawa serangkaian pernyataan akan hak-hak asasi
manusia sebagaimana termuat dalam Kitab-kitab Suci, seperti Zabur, Taurat,
Injil, dan al-Qur’an, akan tetapi sekaligus memperjuangkannya dengan penuh
kesungguhan dan pengorbanan.
AI-Qur’an menegaskan bahwa Islam adalah agama yang sempurna
(QS. 5:3). Di samping mengajarkan hubungannya
dengan sang Pencipta ( Hablummin Allah) juga menegaskan tentang
pentingnya hubungan antar manusia (hablum min al-nas) (QS. 3:112).
Pengakuan ini bukan hanya berdasarkan truth claim umat Islam, tetapi
kaum orientalis pun mengakui kesempurnaan yang mencakup seluruh aspek kehidupan
manusia itu, sebagaimana V.N. Deanmenyatakan bahwa “Islam adalah perpaduan yang
sangat sempu. agama, sistem politik, pandangan hidup, dan penafsiran sejarah.”
Demikian pula Gibb menyatakan bahwa, “Sungguh ajaran Islam jauh lebih bany
sebuah sistem teologi. Islam adalah peradaban yang sangat sempurna.
Dalam hubungan dengan HAM, dari
ajaran pokok tentang hablum min Alllah dan hablum
min al-nas, muncul dua konsep hak, yakni a manusia (haq a
-insan) dan hak Allah. Setiap hak saling melandasi
satu sama lain. Hak Allah melandasi hak manusia dan juga sebaliknya. Konsep
Islam mengenai kehidupan manusia ini didasarkan pada pendekatan teosentris atau
yang menempatkan Allah melalui ketentuan syari at-Nya sebagai tolok ukur
tentang baik buruk tatanan kehidupan manusia baik sebagai pribadi maupun
sebagai warga masyarakat atau warga negara.
Berdasarkan tingkatannya, Islam
mengajarkan tiga bentuk hak asasi manusia, yaitu:
Pertama hak darury (hak dasar). Sesuatu
dianggap hak dasar apabila hak tersebut dilanggar, bukan hanya mernbuat manusia
sengsara, tetapi juga hilang eksistensinya, bahkan hilang harkat
kemanusiaannya, misalnya mati. Kedua_hak hajy (hak sekunder),
yakni hak-hak yang bila tidak dipenuhi akan berakibat pada hilangnya
hak-hak elementer, misalnya hak seseorang untuk memperoleh sandang
pangan yang layak, maka akan rnengakibatkan hilangnya hakhidup.Ketiga,
hak tahsiny, yakni hak yang tingkatannya lebih rendah dari hak
primer dan sekunder.
HAM dalam Islam lebih dulu muncul.
Tepatnya, Magna Charta tercipta 600 tahun setelah kedatangan Islam.
Di samping nilai–nilai dasar dan prinsip-prinsip HAM itu ada dalam sumber
ajaran Islam, yakni Al-Qur’an dan Hadis, juga terdapat dalam praktik-praktik
kehidupan Islam. Tonggak sejarah keberpihakan Islam terhadap HAM yaitu
pendeklarasian Piagam Madinah yang dilanjutkan dengan deklarasi Kairo.
Dalam Piagam Madinah, paling tidak
ada dua ajaran pokok yang berhubungan dengan HAM, yaitu pemeluk Islam adalah
satu umat walaupun mereka berbeda suku bangsa; dan hubungan antara komunitas
muslim dengan nonmuslim didasarkan pada prinsip: berinteraksi secara baik dengan sesama
tetangga , saling membantu dalam menghadapi musuh bersama, membela mereka yang
teraniaya , saling menasehati , menghormati kebebasan beragama.
Adapun ketentuan HAM yang terdapat
dalam Deklarasi Kairo adalah sebagai berikut: Hak persamaan dan kebebasan (QS.
al-Isra [17]:70; al-Nisa [4]:58,1i dan 135; al-Mumtahanah [60]:8), Hak hidup (QS. al-Maidah [5]:45 dan al-Isra
[17]:33), Hak perlindungan diri (QS. al-Balad [90]:12-17 clan al-Taubah [9]:6], Hak kehormatan pribadi (QS. al-Taubah [9]:6),
Hak berkeluarga (QS. al-Baqarah [2]:221; a]-Rum [30]:21; al-Nisa [4: al-Tahrim
[66]:6), Hak kesetaraan wanita dengan pria (QS. al-Baqarah [2]:228 clan al
[49]:13), Hak anak dari orang tua (QS. al-Baqarah [2]:233; al-Isra [17]:23-24),
Hak mendapatkan pendidikan (QS. al-Taubah [9]:122 clan al-’Alaq 5), Hak
kebebasan beragama (QS. al-Kafirun [109]:1-6; al-Baqarah [2]:1 al-Kahfi [18]:29),
Hak kebebasan mencari suaka (QS. al-Nisa [4]:97; al-Mumtahanah, Hak memperoleh
pekerjaan (QS. al-Taubah [9]:105; al-Baqarah [2]:. al-Mulk 67]:15), Hak
memperoleh perlakuan sama (QS. al-Baqarah [2]:275-278; [4]:161, dan Ali Imran
[3]:130), Hak kepemilikan (QS. al-Baqarah [2]:29; al-Nisa [4]:29), Hak tahanan
(QS. al-Mumtahanah [60]:8).
Atas dasar itu, Islam sejak
jauh-jauh hari mengajarkan bahwa pandangan Allah semua manusia adalah sama
derajat. Yang membedakan manusia adalah tingkat kesadaran moralitasnya, yang
dalam perspektif Islam disebut “nilai ketaqwaannya”. Apalagi, manusia
diciptakan untuk merepresentasikan dan melaksanakan ajaran Allah di muka bumi,
sudah barang tentu akan semakin memperkuat pelaksanaan HAM.
Oleh karena itu, jika harkat dan
martabat setiap perorangan atau manusia harus dipandang dan dinilai sebagai
cermin, wakil, atau representasi harkat martabat seluruh umat manusia, maka
penghargaan dan penghormatan kepada harkat masing-masing manusia secara pribadi
adalah suatu amal kebajikan yang memiliki nilai kemanusiaan universal. Demikian
pula sebaliknya pelanggaran dan penindasan kepada harkat dan martabat seorang
pribadi adalah tindak kejahatan kepada kemanusiaan universal, suatu dosa kosmis
(kemanusiaan) yang amat besar
Harkat dan martabat itu merupakan
hak dasar manusia, tentu dengan pemenuhan keperluan hidup primerya berupa
sandang, pangan, papan. Tetapi, terpenuhinya segi kehidupan lahiri tidaklah
akan dengan senrinya berarti menghantar manusia kepada dataran kehidupan yang
lebih tinggi. Kehidupan material dan kemakmuran hanyalah salah satu prasarana
meskipun amat penting, jika bukannya yang paling penting, bagi pencapaian
kehidupan yang lebih tinggi.
Meminjam adagium kaum sufi, Hanya
orang yang mampu berjalan di tanah datar yang bakal mampu menendaki
bukit . Namun Justeru ibarat orang yang mampu berlari di tanah datar tapi
belum tentu tertarik untuk mendaki bukit, demikian pula halnya dengan orang
yang telah terpenuhi kehidupan lahiriahnya, belum tentu ia tertarik meningkatkan
dirinya kedataran kehidupan yang lebih tinggi.Mungkin ia sudah puas hanya
berlari-lari dan berputar-putar di tanah datar. Maka , tidak sedikit orang yang
memandang pemenuhan kehidupan lahiri sebagai tujuan akhir dan menadi titik
ujung cita-cita hidupnya.
Hak Asasi
Manusia (HAM) dalam Perpesktif Al-Qur'an dan Al-Sunnah
Islam adalah agama rahmatal lil'ālamin (agama yang mengayomi seluruh
alam). Islam mengakui perbedaan sebagai kenyataan tak terbantahkan. Dengan
pengakuan ini, Islam menghormati keragaman dan menganjurkan agar keragaman
menjadi instrumen kerja sama di antara manusia. Perbedaan adalah sunnatullah,
karena dengannya manusia bisa saling melengkapi menerima dan member Perhatikan
QS, 49: 11-13.
Dalam
islam segalah aspek mengenai pengakuan, penghormatan, keadilan dan kerja sama adalah elemen-elemen penting
dalam konsep Hak Asasi Manusia (HAM). Elemen-elemenya diterangkan dalam
sumber (Syari'ah). Al-Qur'an tidak
berbicara spesifik tentang HAM. Mengenai HAM, Al-Qur'an berbicara pada tataran
prinsip seperti: keadilan, musyawarah, saling menolong, menolak diskriminasi,
menghormati kaum wanita, kejujuran, dan lain sebagainya. Rincian atas
konsep-konsep itu dilakukan dalam Hadis dan tradisi tafsir. Karena itu,
nilai-nilai HAM adalah kelanjutan dari prinsip-prinsip ajaran Islam di atas.
Perbedaan antara Syari'ah dan konsep HAM terjadi pada aspek-aspek rinci (furu'iyyah)
sehingga secara prinsipal tidak ada problem.
Paralelisme
antara ajaran Islam dengan konsep HAM akan dielaborasi sebagai kenyataan bahwa
nilai-nilai universal tidak akan bertentangan dengan nilai-nilai universal
lainnya. Ada titik temu (common values/kalimatun sawā) antara
Syari'ah dengan konsep HAM dan konsep manusia apapun yang menyerukan
kebajikan-kebajikan universal. Selain itu, perbedaan antara konsep HAM dalam
Islam dan konsep HAM menurut Barat juga akan disinggung sebagai comparative
perspective (wawasan pembanding).
Nilai-Nilai HAM dalam Syari'ah
Secara normatif, nilai-nilai HAM dirumuskan oleh PBB dalam sebuah deklarasi
yang kemudian dikenal sebagai Deklarasi Hak Asasi Manusia Universal (Universal
Declaration of Human Rights) PBB pada 10 Desember 1948. Deklarasi ini
disepakati oleh 48 negara dimaksudkan untuk menjadi standar umum yang universal
dari hak asasi manusia bagi sleuruh bangsa dan umat manusia. Deklarasi ini
menyebutkan seluruh hak dan kebebasan yang dinikmati setiap individu tanpa
memandang ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, opini politik, dan
opini lainnya, asal-usul kebangsaan atau sosial, status kekayaan, kelahiran,
dan status lainnya. Deklarasi ini terdiri dari 30 pasal. Secara umum
pasal-pasal itu mengatur hak-hak yang menjunjung tinggi martabat manusia baik
sebagai individu, anggota masyarakat bangsa, maupun masyarakat internasional. Dilihat
dari tujuan, nilai-nilai HAM di atas sangat universal dan baik. Harkat dan
martabat manusia dijunjung tinggi terlepas dari perbedaan ras, agama, warna
kulit, dan perbedaan lainnya. Dalam konteks ajaran Islam, nilai-nilai itu
diakui sebagai sunnatullah.
Islam adalah agama yang universal dan komprehensif yang melingkupi beberapa
konsep. Konsep yang dimaksud yaitu aqidah, ibadah, dan muamalat yang
masing-masing memuat ajaran keimanan. Aqidah, ibadah dan muamalat, di samping
mengandung ajaran keimanan, juga mencakup dimensi ajaran agama Islam yang
dilandasi oleh ketentuan-ketentuan berupa syariat atau fikih. Selanjutnya, di
dalam Islam, menurut Abu A'Ala Al-Maududi, ada dua konsep tentang Hak. Pertama,
Hak Manusia atau huquq al-insān al-dharuriyyah. Kedua, Hak
Allah atau Allah. Kedua jenis hak tersebut tidak bisa dipisahkan. Dan
hal inilah yang membedakan antara konsep HAM menurut Islam dan HAM menurut
perspektif Barat. Inti dari HAM adalah egalitarianism, demokrasi, persamaan hak
di depan hukum, dan keadilan sosial, ekonomi, dan budaya. Elemen-elemen itu
mengejawantah dalam bentuk di antaranya dalam perbedaan dan keragaman dalam
arti yang luas. Perbedaan, misalnya dalam pandangan Islam, adalah kehendak
Allah karena itu segala upaya yang memaksa agar semua manusia itu seragam (satu
agama, satu bangsa, satu warna kulit, satu opini politik) adalah penyangkalan
terhadap sunnatullah itu. Dalam al-Qur'an Allah menegaskan, yang
artinya: "dan Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua
orang yang di muka bumi seluruhnya. Maka Apakah kamu (hendak) memaksa manusia
supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya?" QS,
Yunus (10: 99).
Selanjutnya
dalam Kitab tafsir yang sangat dihormati,
Tafsir Jalalain, membuat tekanan sentral yang lebih memperjelas ayat ini
dengan mengatakan, "hendak kau paksa jugakah orang untuk melakukan apa
yang Allah sendiri tidak ingin melakukannya terhadap mereka?’’.
Penegasan Jalalain dapat mempertegas bahwa usaha untuk menyamakan semua
perbedaan semua umat manusia adalah sebuah tindakan pelanggaran HAM. Ini juga
menunjukkan bahwa dengan perbedaan manusia didorong untuk saling menolong dan
bekerjasama. Karena itu, sikap menghargai atas perbedaan di antara manusia
adalah sikap primordial yang tumbuh secara organik sejak Islam diserukan kepada
umat manusia 1500 tahun yang lalu. Selain prinsip HAM di atas, prinsip-prinsip
lain yang bersifat menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia adalah kritik
Islam atas ketidakadilan, ketimpangan sosial, dan diskriminasi. Nilai-nilai ini
adalah juga yang diperjuangkan oleh HAM. Sejak 1500 tahun yang lalu, al-Qur'an
menyampaikan kritik ini seperti ketidakadilan ekonomi dalam pernyataan
"kekayaan tidak boleh berputar di kalangan orang-orang kaya saja",
QS, 59:7. Juga aturan zakat dalam QS 9:60 memperkuat bagaimana Islam peduli
pada orang-orang tertindas yang perlu ditolong dan ditingkatkan harkat dan
martabatnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar