Jumat, 15 Juni 2012

HAK ASASI MANUSIA DALAM ISLAM


HAK ASASI MANUSIA DALAM ISLAM
Pada dasarnya, semua Rasul dan Nabi Allah adalah pejuang-pejuang penegak hak  asasi manusia yang paling gigih. Mereka tidak hanya sekedar membawa serangkaian pernyataan akan hak-hak asasi manusia sebagaimana termuat dalam Kitab-kitab Suci, seperti Zabur, Taurat, Injil, dan al-Qur’an, akan tetapi sekaligus memperjuangkannya dengan penuh kesungguhan dan pengorbanan.
AI-Qur’an menegaskan bahwa Islam adalah agama yang sempurna (QS. 5:3). Di samping mengajarkan hubungannya dengan sang Pencipta ( Hablummin Allah) juga menegaskan tentang pentingnya hubungan antar manusia (hablum min al-nas) (QS. 3:112). Pengakuan ini bukan hanya berdasarkan truth claim umat Islam, tetapi kaum orientalis pun mengakui kesempurnaan yang mencakup seluruh aspek kehidupan manusia itu, sebagaimana V.N. Deanmenyatakan bahwa “Islam adalah perpaduan yang sangat sempu. agama, sistem politik, pandangan hidup, dan penafsiran sejarah.” Demikian pula Gibb menyatakan bahwa, “Sungguh ajaran Islam jauh lebih bany sebuah sistem teologi. Islam adalah peradaban yang sangat sempurna.
Dalam hubungan dengan HAM, dari ajaran pokok tentang  hablum min Alllah dan hablum min al-nas, muncul dua konsep hak, yakni a manusia  (haq a -insan) dan hak Allah. Setiap hak saling melandasi satu sama lain. Hak Allah melandasi hak manusia dan juga sebaliknya. Konsep Islam mengenai kehidupan manusia ini didasarkan pada pendekatan teosentris atau yang menempatkan Allah melalui ketentuan syari at-Nya sebagai tolok ukur tentang baik buruk tatanan kehidupan manusia baik sebagai pribadi maupun sebagai warga masyarakat atau warga negara.
Berdasarkan tingkatannya, Islam mengajarkan tiga bentuk hak asasi manusia, yaitu:
Pertama hak darury (hak dasar). Sesuatu dianggap hak dasar apabila hak tersebut dilanggar, bukan hanya mernbuat manusia sengsara, tetapi juga hilang eksistensinya, bahkan hilang harkat kemanusiaannya, misalnya mati. Kedua_hak hajy (hak sekunder), yakni hak-hak yang bila tidak dipenuhi akan berakibat pada hilangnya hak-hak elementer, misalnya hak seseorang untuk memperoleh sandang pangan yang layak, maka akan rnengakibatkan hilangnya hakhidup.Ketiga, hak tahsiny, yakni hak yang tingkatannya lebih rendah dari hak primer dan sekunder.
HAM dalam Islam lebih dulu muncul. Tepatnya, Ma­gna Charta tercipta 600 tahun setelah kedatangan Islam. Di samping nilai–nilai dasar dan prinsip-prinsip HAM itu ada dalam sumber ajaran Islam, yakni Al-­Qur’an dan Hadis, juga terdapat dalam praktik-praktik kehidupan Islam. Tonggak sejarah keberpihakan Islam terhadap HAM yaitu pendeklarasian Piagam Madinah yang dilanjutkan dengan deklarasi Kairo.
Dalam Piagam Madinah, paling tidak ada dua ajaran pokok yang berhu­bungan dengan HAM, yaitu pemeluk Islam adalah satu umat walaupun mereka berbeda suku bangsa; dan hubungan antara komunitas muslim dengan nonmuslim didasarkan pada prinsip:  berinteraksi secara baik dengan sesama tetangga , saling membantu dalam menghadapi musuh bersama, membela mereka yang teraniaya , saling menasehati , menghormati kebebasan beragama.
Adapun ketentuan HAM yang terdapat dalam Deklarasi Kairo adalah sebagai berikut: Hak persamaan dan kebebasan (QS. al-Isra [17]:70; al-Nisa [4]:58,1i dan 135; al-Mumtahanah [60]:8),  Hak hidup (QS. al-Maidah [5]:45 dan al-Isra [17]:33), Hak perlindungan diri (QS. al-Balad [90]:12-17 clan al-Taubah [9]:6],  Hak kehormatan pribadi (QS. al-Taubah [9]:6), Hak berkeluarga (QS. al-Baqarah [2]:221; a]-Rum [30]:21; al-Nisa [4: al-Tahrim [66]:6), Hak kesetaraan wanita dengan pria (QS. al-Baqarah [2]:228 clan al [49]:13), Hak anak dari orang tua (QS. al-Baqarah [2]:233; al-Isra [17]:23-24), Hak mendapatkan pendidikan (QS. al-Taubah [9]:122 clan al-’Alaq 5), Hak kebebasan beragama (QS. al-Kafirun [109]:1-6; al-Baqarah [2]:1 al-Kahfi [18]:29), Hak kebebasan mencari suaka (QS. al-Nisa [4]:97; al-Mumtahanah, Hak memperoleh pekerjaan (QS. al-Taubah [9]:105; al-Baqarah [2]:. al-Mulk 67]:15), Hak memperoleh perlakuan sama (QS. al-Baqarah [2]:275-278; [4]:161, dan Ali Imran [3]:130), Hak kepemilikan (QS. al-Baqarah [2]:29; al-Nisa [4]:29), Hak tahanan   (QS. al-Mumtahanah [60]:8).
Atas dasar itu, Islam sejak jauh-jauh hari mengajarkan bahwa pandangan Allah semua manusia adalah sama derajat. Yang membedakan manusia adalah tingkat kesadaran moralitasnya, yang dalam perspektif Islam disebut “nilai ketaqwaannya”. Apalagi, manusia diciptakan untuk merepresentasikan dan melaksanakan ajaran Allah di muka bumi, sudah barang tentu akan semakin memperkuat pelaksanaan HAM.
Oleh karena itu, jika harkat dan martabat setiap perorangan atau manusia harus dipandang dan dinilai sebagai cermin, wakil, atau representasi harkat martabat seluruh umat manusia, maka penghargaan dan penghormatan kepada harkat masing-masing manusia secara pribadi adalah suatu amal kebajikan yang memiliki nilai kemanusiaan universal. Demikian pula sebaliknya pelanggaran dan penindasan kepada harkat dan martabat seorang pribadi adalah tindak kejahatan kepada kemanusiaan universal, suatu dosa kosmis (kemanusiaan) yang amat besar
Harkat dan martabat itu merupakan hak dasar manusia, tentu dengan pemenuhan keperluan hidup primerya berupa sandang, pangan, papan. Tetapi, terpenuhinya segi kehidupan lahiri tidaklah akan dengan senrinya berarti menghantar manusia kepada dataran kehidupan yang lebih tinggi. Kehidupan material dan kemakmuran hanyalah salah satu prasarana meskipun amat penting, jika bukannya yang paling penting, bagi pencapaian kehidupan yang lebih tinggi.
Meminjam adagium kaum sufi, Hanya orang  yang mampu  berjalan di tanah datar yang bakal mampu menendaki bukit . Namun Justeru ibarat orang yang mampu berlari di tanah datar tapi belum tentu tertarik untuk mendaki bukit, demikian pula halnya dengan orang yang telah terpenuhi kehidupan lahiriahnya, belum tentu ia tertarik meningkatkan dirinya kedataran kehidupan yang lebih tinggi.Mungkin ia sudah puas hanya berlari-lari dan berputar-putar di tanah datar. Maka , tidak sedikit orang yang memandang pemenuhan kehidupan lahiri sebagai tujuan akhir dan menadi titik ujung cita-cita hidupnya.
Hak Asasi Manusia (HAM) dalam Perpesktif Al-Qur'an dan Al-Sunnah
            Islam adalah agama rahmatal lil'ālamin (agama yang mengayomi seluruh alam). Islam mengakui perbedaan sebagai kenyataan tak terbantahkan. Dengan pengakuan ini, Islam menghormati keragaman dan menganjurkan agar keragaman menjadi instrumen kerja sama di antara manusia. Perbedaan adalah sunnatullah, karena dengannya manusia bisa saling melengkapi menerima dan member Perhatikan QS, 49: 11-13.
        Dalam islam segalah aspek mengenai pengakuan, penghormatan, keadilan dan kerja sama adalah elemen-elemen penting dalam konsep Hak Asasi Manusia (HAM). Elemen-elemenya diterangkan dalam sumber  (Syari'ah). Al-Qur'an tidak berbicara spesifik tentang HAM. Mengenai HAM, Al-Qur'an berbicara pada tataran prinsip seperti: keadilan, musyawarah, saling menolong, menolak diskriminasi, menghormati kaum wanita, kejujuran, dan lain sebagainya. Rincian atas konsep-konsep itu dilakukan dalam Hadis dan tradisi tafsir. Karena itu, nilai-nilai HAM adalah kelanjutan dari prinsip-prinsip ajaran Islam di atas. Perbedaan antara Syari'ah dan konsep HAM terjadi pada aspek-aspek rinci (furu'iyyah) sehingga secara prinsipal tidak ada problem.
           Paralelisme antara ajaran Islam dengan konsep HAM akan dielaborasi sebagai kenyataan bahwa nilai-nilai universal tidak akan bertentangan dengan nilai-nilai universal lainnya. Ada titik temu (common values/kalimatun sawā) antara Syari'ah dengan konsep HAM dan konsep manusia apapun yang menyerukan kebajikan-kebajikan universal. Selain itu, perbedaan antara konsep HAM dalam Islam dan  konsep HAM menurut Barat juga akan disinggung sebagai comparative perspective (wawasan pembanding).
                                                                                                                                                                                                       
Nilai-Nilai HAM dalam Syari'ah
            Secara normatif, nilai-nilai HAM dirumuskan oleh PBB dalam sebuah deklarasi yang kemudian dikenal sebagai Deklarasi Hak Asasi Manusia Universal (Universal Declaration of Human Rights) PBB pada 10 Desember 1948. Deklarasi ini disepakati oleh 48 negara dimaksudkan untuk menjadi standar umum yang universal dari hak asasi manusia bagi sleuruh bangsa dan umat manusia. Deklarasi ini menyebutkan seluruh hak dan kebebasan yang dinikmati setiap individu tanpa memandang ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, opini politik, dan opini lainnya, asal-usul kebangsaan atau sosial, status kekayaan, kelahiran, dan status lainnya. Deklarasi ini terdiri dari 30 pasal. Secara umum pasal-pasal itu mengatur hak-hak yang menjunjung tinggi martabat manusia baik sebagai individu, anggota masyarakat bangsa, maupun masyarakat internasional. Dilihat dari tujuan, nilai-nilai HAM di atas sangat universal dan baik. Harkat dan martabat manusia dijunjung tinggi terlepas dari perbedaan ras, agama, warna kulit, dan perbedaan lainnya. Dalam konteks ajaran Islam, nilai-nilai itu diakui sebagai sunnatullah.
            Islam adalah agama yang universal dan komprehensif yang melingkupi beberapa konsep. Konsep yang dimaksud yaitu aqidah, ibadah, dan muamalat yang masing-masing memuat ajaran keimanan. Aqidah, ibadah dan muamalat, di samping mengandung ajaran keimanan, juga mencakup dimensi ajaran agama Islam yang dilandasi oleh ketentuan-ketentuan berupa syariat atau fikih. Selanjutnya, di dalam Islam, menurut Abu A'Ala Al-Maududi, ada dua konsep tentang Hak. Pertama, Hak Manusia atau huquq al-insān al-dharuriyyah. Kedua, Hak Allah atau Allah. Kedua jenis hak tersebut tidak bisa dipisahkan. Dan hal inilah yang membedakan antara konsep HAM menurut Islam dan HAM menurut perspektif Barat. Inti dari HAM adalah egalitarianism, demokrasi, persamaan hak di depan hukum, dan keadilan sosial, ekonomi, dan budaya. Elemen-elemen itu mengejawantah dalam bentuk di antaranya dalam perbedaan dan keragaman dalam arti yang luas. Perbedaan, misalnya dalam pandangan Islam, adalah kehendak Allah karena itu segala upaya yang memaksa agar semua manusia itu seragam (satu agama, satu bangsa, satu warna kulit, satu opini politik) adalah penyangkalan terhadap sunnatullah itu. Dalam al-Qur'an Allah menegaskan, yang artinya: "dan Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya. Maka Apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya?"  QS, Yunus (10: 99).
  Selanjutnya dalam  Kitab tafsir yang sangat dihormati, Tafsir Jalalain, membuat tekanan sentral yang lebih memperjelas ayat ini dengan mengatakan, "hendak kau paksa jugakah orang untuk melakukan apa yang Allah sendiri tidak ingin melakukannya terhadap mereka?’’.
            Penegasan Jalalain dapat mempertegas bahwa usaha untuk menyamakan semua perbedaan semua umat manusia adalah sebuah tindakan pelanggaran HAM. Ini juga menunjukkan bahwa dengan perbedaan manusia didorong untuk saling menolong dan bekerjasama. Karena itu, sikap menghargai atas perbedaan di antara manusia adalah sikap primordial yang tumbuh secara organik sejak Islam diserukan kepada umat manusia 1500 tahun yang lalu. Selain prinsip HAM di atas, prinsip-prinsip lain yang bersifat menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia adalah kritik Islam atas ketidakadilan, ketimpangan sosial, dan diskriminasi. Nilai-nilai ini adalah juga yang diperjuangkan oleh HAM. Sejak 1500 tahun yang lalu, al-Qur'an menyampaikan kritik ini seperti ketidakadilan ekonomi dalam pernyataan "kekayaan tidak boleh berputar di kalangan orang-orang kaya saja", QS, 59:7. Juga aturan zakat dalam QS 9:60 memperkuat bagaimana Islam peduli pada orang-orang tertindas yang perlu ditolong dan ditingkatkan harkat dan martabatnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar